Mengatasi Sifat Pemalu dan Gugup
Oleh Handri Handriansyah
SIFAT pemalu dan gugup sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat lumrah dan dapat terjadi pada siapa saja. Sifat seperti itu dapat dimiliki seseorang sejak kecil atau pada saat menjelang dan semasa dewasa. Pada masa dewasa, sifat pemalu dan gugup dapat muncul sebagai akibat pengalaman memalukan yang pernah dilalui oleh orang tersebut atau pada saat ia menghadapi lingkungan baru yang masih asing baginya.
Sebagai contoh, saat seseorang baru masuk kuliah/sekolah atau saat mulai kerja atau masuk ke lingkungan kerja yang baru. Pada kondisi seperti itu wajar sekali bila kita merasa malu dan gugup bila menghadapi orang-orang yang baru atau belum kita kenal, apalagi saat harus berbicara di hadapan mereka. Kondisi mental seperti itu dapat berlangsung sebentar atau lama tergantung dari cara kita menghadapinya. Lalu adakah cara atau kiat-kiat untuk mengatasi keadaan tersebut agar dapat dilewati dalam waktu relatif lebih singkat?
Para pakar menyebut sifat pemalu sebagai ”fobia sosial”. Fobia seperti ini sudah sangat universal dan hampir semua orang pernah mengalaminya. Menurut hasil penelitian, satu dari delapan orang adalah seorang pemalu.
Orang-orang itu biasanya berkeringat dingin, telapak tangannya berkeringat, jantungnya berdebar kencang, dan tidak mampu mengeluarkan satu kata apa pun dari mulutnya saat menghadapi situasi-situasi tertentu.
Fobia sosial terkadang dapat juga disebabkan oleh penyimpangan mental akibat depresi dan kecanduan alkohol. Sifat pemalu terdiri dari beberapa tingkatan menurut para pakar. Tingkat paling rendah adalah normal shyness. Orang yang mengalami sifat ini biasanya selalu gugup saat berpidato namun setelah beberapa saat ia mulai bisa menguasai dirinya.
Pada saat pertama kali berkencan, orang tersebut sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dibicarakan, namun ia masih bisa berbicara satu dua patah kata. Saat wawancara, pekerjaan orang itu biasanya gugup ditandai dengan berkeringat namun ia masih dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.
Tingkat kedua adalah extreme shyness. Orang seperti ini selalu berdebar-debar saat ditatap orang lain, berbicara kaku di depan orang banyak, dan selalu menghindari untuk memulai suatu pembicaraan karena takut mengatakan sesuatu yang salah.
Tingkat ketiga adalah social phobia. Orang yang mengalami social phobia selalu menghindari saat harus bertemu atau berkenalan dengan orang-orang baru di lingkungannya, sama sekali tidak dapat berbicara di hadapan orang banyak, dan merasa bahwa ia tidak pernah menimbulkan kesan baik pada siapa pun. Tingkat yang paling parah adalah servere social phobia. Orang seperti ini hanya dapat tenang saat tidak ada orang, hampir tidak pernah dapat keluar rumah karena takut bertemu orang, selalu khawatir bahwa seseorang akan mempermalukannya, sering panik tanpa sebab dan jarang keluar kamar.
Seseorang yang memiliki sifat pemalu normal (normal shyness) bisa saja mengalami severe social phobia bila ia tidak segera mengatasi sifatnya itu. ”Bila seseorang memulai sesuatu dengan malu-malu, kemungkinan besar ia akan semakin merasa malu untuk melakukannya,” kata Philip Zimbardo, Profesor Psikologi Standford University.
Saat dilahirkan, sebenarnya orang tertentu memiliki kecenderungan untuk mengalami extreme shyness, namun sifat itu bukanlah bawaan lahir atau takdir.
Penelitian yang dilakukan Jerome Kagan, —seorang ilmuwan Harvard— menyebutkan, pada usia 16 minggu, bayi sudah memiliki kecenderungan untuk memiliki sifat pemalu.
Pada umur lima tahun, satu dari lima bayi seperti itu akan menangis ketika melihat orang asing, sementara yang lainnya tetap tertawa walau digendong orang asing. Saat beranjak besar, bayi yang menangis saat bertemu orang asing tadi ternyata tumbuh menjadi anak yang supel sementara bayi yang tampak periang justru ada yang tumbuh menjadi anak pemalu.
Sifat pemalu memang bukan hal yang harus dipermasalahkan, namun bukan berarti dapat disepelekan karena dapat membuat seseorang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu. Dalam beberapa kasus, terdapat obat yang dapat mengatasi sifat pemalu atau kegugupan seseorang walaupun bukan pengobatan yang sempurna.
Yang paling sering digunakan adalah antidepressant yang lebih dikenal sebagai Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI). Obat tersebut biasanya menolong seseorang dalam mengatasi kegugupan saat akan memulai pidato namun efeknya terbatas dan penggunaannya tidak boleh berlebihan.
Cara yang paling efektif adalah dengan menghadapinya sendiri. Ingatlah, ahli fisika Albert Einstein dan pujangga Robert Frost juga pernah menjadi seorang pemalu, tapi mereka mampu mengatasinya. Andapun bisa mengatasinya, jangan biarkan kesempatan hilang begitu saja hanya karena malu.
Banyak ahli therapi menyebutkan, bila kita selalu mengingat bahwa setiap orang memiliki arti tertentu bagi dunia, maka itu akan menolong kita untuk menghadapi dunia tanpa harus malu, namun tidak berarti bersikap tidak tahu malu. Selama kita tidak melakukan sesuatu yang salah, mengapa harus malu? (Sumber: Pikiran Rakyat)***