Kliping Pengetahuan Umum

Weblog berisi kliping artikel pengetahuan umum yang bermanfaat. Seperti Kesehatan, Makanan, Pendidikan Anak, Pengobatan, Psikologi Populer, Hobi dan lain-lain.

Sunday, November 10, 2002

Puasa pada Anak-anak, Ibu Hamil/ Menyusui, atau Lansia

Oleh dr. Budi R.S.T.

BERPUASA berarti tidak makan dan minum serta tidak melakukan aktivitas seksual sekira lima belas jam sehari. Permasalahannya, apakah puasa memengaruhi kesehatan seseorang? Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa mengakibatkan perubahan-perubahan parameter darah dan zat lainnya dalam tubuh seperti kenaikan kadar lemak, kolesterol, dan asam urat di dalam plasma darah, meski memang perubahan tersebut tidak sampai membahayakan kesehatan.
Menurut pakar kesehatan, selama puasa terlihat penurunan frekuensi dan peningkatan intake kalori. Kadar lipit darah meningkat sebagai akibat meningkatnya pengaliran asam lemak bebas. Ini terjadi bila seseorang makan sekaligus dalam jumlah besar satu kali sehari. Oleh sebab itu, disarankan saat berbuka puasa, pertama kali minumlah air sedikit dan makan makanan kecil dulu. Baru kemudian, makan dalam porsi biasa.
Dengan melihat terjadinya beberapa perubahan dalam mekanisme tubuh selama bulan puasa, tanpa mengesampingkan segi positifnya, bagaimana pula puasa pada anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan lansia? Akankah memengaruhi kesehatannya?

Pengosongan makanan pada lambung anak lebih cepat
Ajaran Islam menyebutkan, puasa diwajibkan bagi mereka yang sudah mencapai usia akil balig. Pada anak perempuan usia ini ditandai dengan datangnya haid pertama, sekira 10-16 tahun. Usia akil balig pada anak lelaki sekira 11-14,5 tahun ditandai dengan keluarnya sperma pertama kali. Jadi, anak di bawah usia akil balig tidak diwajibkan puasa. Hal ini erat kaitannya dengan proses tumbuh kembangnya.
Penyebabnya adalah pengosongan makanan di lambung anak lebih cepat tiga sampai empat jam dibandingkan orang dewasa. Dengan demikian, wajar bila anak mudah lapar. Di samping itu, pada usia balita atau saat anak menempuh pendidikan SD, waktunya banyak tersita oleh kegiatan fisik yang luar biasa, misalnya bermain atau olah raga. Terkadang di kalangan tak mampu, anak-anak harus membantu orang tuanya bekerja. Aktivitas tinggi ini membutuhkan energi cukup yang hanya bisa dipenuhi dengan makanan bergizi dan adekuat.

Ibu hamil asal janinnya sehat
Hamil muda atau hamil tua, boleh saja puasa, dengan catatan, tidak sedang mengidap penyakit atau gangguan yang membahayakan keselamatan ibu dan janin. Asal ibu dan janin sehat, ibu bebas melakukan puasa.
Janin akan bertindak seperti parasit. Kalau ia kekurangan makan, bila ibu sehat, janin akan menggunakan cadangan makanan dalam tubuh ibu. Mudahnya, janin tidak akan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangannya selama cadangan makanan tersebut cukup. Toh, bila ibu hamil tidak makan siang hari, cadangan makanan dalam tubuh tidak akan habis dan malamnya sudah dipenuhi lagi.
Jadi, yang perlu bagi ibu hamil yang puasa harus menjaga agar tubuh tidak kekurangan makan, terutama yang bernilai gizi tinggi. Porsi makannya per hari juga perlu ditingkatkan. Umumnya wanita hamil memerlukan kalori 1/6 dan protein 1/5 lebih banyak dibandingkan ketika tidak sedang hamil.
Memang ada pengecualian tertentu karena pertimbangan medis, ibu hamil disarankan absen puasa. Misalnya, penderita diabetes dibebaskan puasa bergantung pada kadar gula darah (umumnya kadar gula darah tinggi), berat ringannya penyakit, dan kesehatan umum. Pertimbangan lain, bila ibu hamil mengidap intra uterin growth reterdation, pertumbuhan janin terhambat karena fungsi ari-ari terganggu. Sementara itu, ari-ari berperan penting menjembatani antara ibu dan janin, yaitu mengatur segala sesuatu yang diperlukan janin dari ibunya. Entah itu berupa makanan atau zat-zat penting lainnya.

Ibu menyusui butuh energi lebih banyak
Kebutuhan nutrisi selama masa laktasi sedikit lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak menyusui karena nutrisi pada ibu menyusui selain digunakan untuk dirinya sendiri, juga sangat dibutuhkan bayi dalam bentuk air susu ibu (ASI). Bayi akan merasa terpuaskan —juga sehat— bila sejak lahir hingga minimal empat bulan mendapatkan ASI dengan kualitas dan kuantitas cukup baik. Untuk mendapatkan ASI yang demikian, si ibu harus mendapatkan nutrisi yang cukup dan bergizi.
Boleh tidaknya ibu menyusui melakukan puasa bergantung pada kemauan si ibu itu sendiri. Bila ibu ingin menyusui bayinya secara benar dengan memberikan penuh ASI selama empat bulan, tentunya kebutuhan gizi harus terpenuhi secara baik pula. Bila ibu menyusui melakukan puasa, rasanya sulit untuk memenuhi keseimbangan gizi dan kebutuhan energi yang memang lebih banyak, meski telah makan sebanyak mungkin ketika sahur ataupun saat berbuka puasa.
Besarnya kebutuhan energi bagi ibu menyusui erat kaitannya dengan frekuensi ibu memberikan ASI pada bayinya. Semakin sering ASI diberikan, semakin besar pula energi yang dikeluarkan. Akibatnya, ibu cepat lapar.

Porsi cukup bagi lansia, tetapi bergizi baik
Kriteria lansia yaitu bila usia seseorang lebih dari 60 tahun. Sejalan dengan perkembangan usianya, lansia akan mengalami kemunduran fungsi organ-organ tubuh yang menyebabkan terjadinya beberapa perubahan. Misalnya, menurunnya nafsu kebutuhan kalori dan nafsu makan, mudahnya terjadi gangguan pencernaan dan sirkulasi pada ginjal.
Pada lansia, sekira 20 persen sel-sel pada ginjalnya sudah tidak berfungsi lagi. Akibatnya, tak jarang dijumpai gangguan pengeluaran urine. Itulah sebabnya lansia dianjurkan agar minum air lebih banyak. Tujuannya menghindari terjadi sakit pinggang yang sering dijumpai pada lansia yang minum terlalu sedikit.
Meski lansia mengalami kemunduran fungsi organ-organ tubuhnya, bukan alasan untuk meninggalkan ibadah puasa. Boleh saja puasa, asal kondisinya sehat. Artinya, tidak sedang ataupun memunyai riwayat penyakit yang akan kambuh atau bertambah parah kalau ia puasa.
Hanya, jika lansia tetap ingin puasa, meski organ tubuhnya tidak berjalan maksimal, pengaturan gizi harus dilakukan lebih hati-hati. Setiap makanan yang dikonsumsi sewaktu berbuka ataupun sahur harus mengandung karbohidrat, vitamin, lemak, mineral, dan protein. Jumlah protein usahakan mencapai 15 persen dari jumlah kalori yang dibutuhkan. Bisa juga vitamin dan mineral diperbesar jumlahnya dengan cara minum tablet.
Karena keterbatasan sistem pencernaan pada lansia, pada saat berbuka puasa mulailah mengonsumsi makanan ringan dulu, terutama makanan yang mengandung karbohidrat. Sekira 5-10 menit kemudian, saat pencernaan mulai menyesuaikan dan menyiapkan pengeluaran enzim pencerna dan siap menerima makanan utama barulah lansia boleh mengonsumsi makanan besar.
Demikian pula ketika sahur, jangan makan sekenyang-kenyangnya. Hal yang penting makan secukupnya, tetapi bergizi baik. (Sumber: Pikiran Rakyat).***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home