Jangan Hardik Narkoba! Ia tidak dan belum Pernah Bersalah
Oleh Wawan Gunawan
DI Kolombia, gara-gara seorang Pablo Escobar, tidak kurang dari sebelas ribu rumah digeledah untuk mencarinya. Dan, 1.700 orang yang diperkirakan ada hubungannya dengan Escobar ditangkap. Para penyelidik —lengkap dengan peralatan canggih sumbangan pemerintah AS yang telah teruji di medan perang teluk— memburunya ke segenap penjuru. Akan tetapi, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Inilah salah satu drama perang melawan narkoba (tepatnya gembong narkoba).
Perang melawan narkoba sepertinya sudah menjadi kesepakatan bersama, bahkan secara internasional, narkoba telah dinobatkan sebagai salah satu musuh peradaban manusia. Namun, terpikirkah oleh kita bahwa ada yang salah kaprah dalam hal itu semua.
Narkotika (selanjutnya sebut saja narkoba) telah menjadi objek salah sasaran dari common sense kita. Seolah narkoba telah menjadi momok yang amat mengerikan dan menakutkan. Kita telah salah tuding, calah caci. Padahal, narkoba sama sekali bukan pokok persoalan, bukan sasaran tembak yang sebenarnya. Jangan hardik narkoba, ia tidak dan belum pernah bersalah. Yang salah adalah sikap dan mental busuk para pemakai/pengguna narkoba. Mengapa kesalahkaprahan ini bisa terjadi?
Cara berpikir yang salah?
Benarkah hal itu merupakan refleksi dari cara berpikir kita yang salah? Atau, diam-diam cara berpikir yang salah itu sengaja dibentuk dan dipelihara agar para produsen narkoba tetap dapat mencari mangsa (pengguna). Artinya, ketika kita ribut —dan seolah sengaja dibuat ribut— untuk berperang terhadap narkoba, para produser dan pengedar narkoba dengan tenang menjerat mangsa-mangsa baru hingga ke tingkat anak-anak sekolah dasar.
Terbentuklah kemudian opini masyarakat yang benci terhadap narkoba (sebuah bentuk kebencian yang tidak pada tempatnya, salah sasaran) dan kalau toh ada pengguna dan pengedar yang tertangkap oleh aparat, bisa dipastikan adalah mereka dari kalangan kelas teri. Kalaupun suatu waktu ada kelas kakap yang terjaring, proses hukumnya menjadi raib, entah bagaimana, kasusnya menjadi buram alias tidak jelas.
Sudah saatnya ada pencerahan terhadap masyarakat agar tidak menghardik dan membenci narkoba, terutama dalam hubungannya dengan kebutuhan medis. Mulai sekarang harus ada penyuluhan yang benar dan berbasis kepada akal sehat, bukan melalui kata-kata yang menyesatkan.
Seharusnya tidak ada kalimat perang atau kampanye antinarkoba. Namun harus digalang kampanye antipenyalahgunaan narkoba. Dibangun upaya sistematis dari semua pihak agar perang terhadap mental busuk penyalahgunaan narkoba.
Artinya, kata-kata dalam poster perang terhadap narkoba sesungguhnya merupakan refleksi dari ketidakcerdasan cara berpikir. Dalam bahasa lain, apabila kita salah berpikir dan salah kaprah terhadap suatu persoalan maka selama itu kita tidak mungkin bisa menyelesaikan persoalan yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa selama ini kita tidak juga mampu menyelesaikan persoalan ini. Sekali lagi, kita telah salah alamat. Kita telah salah mengidentifikasi musuh. Musuh kita bukan narkoba, musuh kita adalah mental busuk. Mental busuk semua kalangan sebab persoalan penyalahgunaan narkotika merupakan siklus yang multikompleks. Inilah sebenarnya yang harus kita jadikan musuh bersama.
Membangun kesadaran masyarakat
Dalam perspektif seperti itulah, membangunkan kesadaran masyarakat dalam relasi antiterhadap mental busuk menyalahgunakan narkoba harus segera dibentuk secara komprehensif. Dalam hal ini, peran keluarga yang dinakhodai ayah-ibu memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberdayakan mental positif setiap anggota keluarganya. Sebab, apa pun narkoba, ia akan tidak berdampak apa-apa apabila setiap anggota keluarga telah memiliki mental positif. Tumbuhlah kemudian jenis keluarga yang bebas dari penyalahgunaan narkoba tetapi sekaligus tidak membenci narkoba.
Memang harus diakui, cara berpikir seperti ini terbilang langka. Akan tetapi harus kita yakini, cara inilah yang dapat dijadikan bekal awal dalam menahan laju penyalahgunaan narkoba di negara ini. Kemudian elemen sekolah. Inilah elemen kedua terpenting setelah keluarga, sebab pada institusi sekolah terdapat berbagai bentuk tanggung jawab terhadap keberlangsungan sekaligus perkembangan mental dan moralitas setiap anak didik.
Jangan cekoki anak dengan sikap salah kaprah terhadap narkoba. Justru setiap anak memiliki hak memperoleh pengetahuan tentang narkoba secara benar. Artinya, menumbuhkan kesadaran anak dalam rangka membangun moralitas dan mentalitas anak lebih memiliki penting ketimbang menjejali anak dengan larangan akrab pada narkoba.
Kalau kita tidak jeli mencermati fenomena yang memprihatinkan ini, kita malah akan terjerumus untuk membincangkan yang sebenarnya bukan topik bersama. Kita mengharamkan narkoba, kita takut-takuti anak-anak dengan narkoba, tetapi kita pelit terhadap informasi (barangkali kita memang tidak mengetahuinya?) tentang narkoba yang seharusnya diberikan kepada anak-anak kita. Bagaimanapun membentuk kesadaran akan bahaya penyalahgunaan narkoba jauh lebih penting ketimbang menghambur-hamburkan kalimat yang tidak efektif.
Menegakkan hukum
Di sinilah kemudian peran pemerintah —melalui lintas departemen— memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar. Pemerintah harus berpikir ulang tantang bagaimana memberantas penyalahgunaan narkoba. Dalam hal ini penindakan tegas terhadap kalangan yang sengaja meraup keuntungan lewat bisnis narkoba harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Perlihatkan kepada publik bahwa aparat penegak hukum juga berani menindak para bandar besar hingga kalau perlu menghukum mati.
Dalam konteks aparat inilah sering kita dengar praduga adanya kongkalikong antara bandar besar dengan aparat keamanan. Kita seharusnya sadar betul bahwa salah satu kunci memberantas penyalahgunaan narkoba adalah penegakan supremasi hukum. Tentu saja akan kita dapatkan dua keuntungan sekaligus apabila supremasi hukum dapat kita tegakkan.
Pertama, akan lahir efek jera dari mereka yang meraup keuntungan dari bisnis ini dan kedua, adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Selama hal penegakan hukum ini kita abaikan, selama itu pula kita tidak mungkin berharap banyak akan adanya penurunan penyalahgunaan narkoba.
Itulah sebabnya, barangkali cara kita yang salah kaprah dalam mengungkapkan kebencian kita terhadap narkoba, berbanding lurus dengan belum cakapnya aparat penegak hukum dalam menindak secara tegas mereka yang terlibat dengan segala bentuk penyalahgunaan narkoba. Ini memang patut kita sayangkan.
Jangan hardik narkoba! Perbaikilah mental busuk kita! (Sumber: Pikiran Rakyat)***
0 Comments:
Post a Comment
<< Home