Kliping Pengetahuan Umum

Weblog berisi kliping artikel pengetahuan umum yang bermanfaat. Seperti Kesehatan, Makanan, Pendidikan Anak, Pengobatan, Psikologi Populer, Hobi dan lain-lain.

Sunday, February 23, 2003

Mengapa Anak Suka Berbohong?

Oleh Drs. Yayan E. Eman

KEHADIRAN anak dalam kehidupan berkeluarga sangat dinanti-nantikan karena anak merupakan permata hati dan penyambung hidup. Akan tetapi, tak sedikit orang tua yang mengeluh karena tingkah laku anaknya yang dianggap kurang baik, misalnya anaknya suka berbohong, padahal ia relatif masih kecil (balita).
Orang tua akan merasa gusar, waswas, bahkan akan marah jika anak yang masih balita sudah belajar berbohong. Kita bisa membayangkan apa jadinya kelak bila anak masih balita sudah belajar berbohong karena bohong merupakan salah satu ciri perilaku tidak jujur yang seharusnya sejak dini dicegah supaya tidak dilakukan oleh anak-anak.
Bohong atau dusta yang dilakukan oleh anak-anak, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu bohong semu dan bohong yang sebenarnya. Bohong semu adalah bohong atau dusta yang tidak disengaja, tidak punya tujuan untuk menipu dan tidak ada tujuan yang hendak dicapai. Dusta semu ini sering dilakukan oleh anak-anak karena perkembangan bahasanya yang belum sempurna. Keinginan dan kenyataan dicampuradukkan karena daya kritisasinya belum sempurna dan juga disebabkan perkembangan psikis berupa fantasi dan imajinasi sedang berlangsung.
Sementara itu, bohong atau dusta sebenarnya adalah bohong yang sengaja dilakukan oleh tujuan menipu atau mengambil keuntungan dari hasil kebohongan yang dilakukannya. Ada beberapa latar belakang atau penyebab mengapa anak melakukan kebohongan, antara lain:
1. Bohong sebagai hasil peniruan.
Kita sebagai orang tua kadang-kadang tidak sadar telah melakukan kebohongan yang disaksikan oleh anak kita, bahkan melibatkan anak itu sendiri. Misalnya, karena tidak mau istirahat kita (tidur) terganggu, sebelum tidur kita berpesan kepada anak untuk mengatakan ”Mama atau Papak tidak ada di rumah”. Padahal, kita ada sedang tidur. Atau misalnya, tetangga kita akan meminjam sesuatu barang, tetapi kita mengatakan tidak punya atau tidak ada, padahal barang itu ada. Hal serupa ini apabila kita lakukan di hadapan anak, apalagi dengan melibatkan anak, secara tidak langsung kita telah mengajari anak untuk berbohong.
2. Berbohong sebagai pertahanan diri.
Berbohong sebagai pertahanan diri sering dilakukan si anak untuk menghindar dari hukuman yang dikenakan oleh orang tua atas kesalahan yang dilakukannya. Misalnya, Anto anak usia tujuh tahun dengan tidak sengaja memecahkan barang hiasan kesukaan ibunya. Ketika ibunya menanyakan siapa yang memecahkan barang itu, Anto mengatakan bahwa barang itu jatuh tertubruk kucing, atau barang itu pecah tersenggol Bi Inem, pembantunya. Alasan itu mereka lakukan hanya sekadar menghindar dari hukuman orang tua atas perilakunya.
3. Berbohong untuk menarik perhatian.
Kesibukan orang tua sehari-hari terkadang kurang memperhatikan kebutuhan anak-anak, terutama kebutuhan psikis, kasih sayang, perhatian, karena kita terlalu sibuk dengan pekerjaan. Padahal dalam masa perkembangan, kebutuhan psikis dan kasih sayang, serta perhatian dari orang tua sangat diperlukan. Ada kalanya anak berbohong hanya sekadar ingin mendapat perhatian dari orang tuanya, misalnya, Fajar anak kelas IV SD selalu menjadi juara kedua di kelasnya. Meskipun tidak menjadi juara pertama, Fajar membutuhkan perhatian, dorongan, dan semangat dari orang tuanya, tetapi orang tuanya bersikap biasa-biasa saja sehingga Fajar berbohong kepada orang tuanya. Fajar mengatakan, semester mendatang nilainya pasti turun karena hasil ulangan sehari-harinya selalu jelek. Bahkan, ia sering mendapat hukuman dari gurunya karena sering terlambat masuk sekolah dan jarang mengerjakan tugas. Ternyata setelah rapor dibagikan, tidak ada nilai yang jelek. Bahkan, ada beberapa pelajaran yang nilainya naik dan Fajar menduduki peringkat pertama. Hal itu ia kerjakan hanya sekadar ingin diperhatikan oleh orang tuanya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua agar anak terhindar melakukan kebohongan, antara lain:
1. Seharusnya orang tua berhati-hati dalam ucapan-ucapannya supaya tidak terselip pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Dalam usaha menanggulangi permasalahan berbohong, harus dicari sumber permasalahannya, mengapa anak perlu berbohong. Selanjutnya, memperbaiki keadaan dan menghilangkan sebab-sebabnya.
3. Sedapat mungkin, sebagai orang tua menghindarkan kemungkinan anak berbohong. Orang tua meyakinkan anak bahwa pelanggaran oleh anak sudah diketahuinya.
4. Kepada anak yang suka berbohong, harus ditekankan bahwa berbohong itu merupakan perbuatan tercela yang dilarang agama, dan hukuman atas dustanya harus dilakukan, tentunya hukuman yang bersifat mendidik.
Selain faktor tersebut di atas, faktor pendidikan agama (rohani) sangat diutamakan karena pendidikan agama merupakan dasar dan bekal anak untuk masa yang akan datang. (Sumber: Pikiran Rakyat).***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home