Kliping Pengetahuan Umum

Weblog berisi kliping artikel pengetahuan umum yang bermanfaat. Seperti Kesehatan, Makanan, Pendidikan Anak, Pengobatan, Psikologi Populer, Hobi dan lain-lain.

Sunday, September 22, 2002

Metode ”Assessment Center” : Solusi Promosi SDM tanpa Prasangka

Oleh Rahim Asyik
Dimuat di Pikiran Rakyat, 22 September 2002

HARTONO, sebutlah namanya demikian, staf bagian pemasaran di sebuah perusahaan otomotif besar. Karena kinerjanya yang bagus, Hartono dipromosikan menjadi kepala bagian di tempat yang sama. Secara teoritis Hartono harusnya mampu mengembangkan bagian itu. Tetapi apa yang terjadi? Produktivitas Hartono tiba-tiba merosot hanya dalam hitungan bulan. Alih-alih mengangkat korps bagiannya, ia malah ketiban mosi tidak percaya dari bawahannya yang dulu rekan sekerjanya. Mereka bahkan mulai mengungkit-ungkit pengangkatannya yang diduga berbau KKN.
Sebaliknya Purwanto —juga bukan nama sebenarnya— karyawan bagian administrasi sebuah BUMN ini dinilai malas oleh rekan-rekannya. Kinerjanya buruk. Tak heran, banyak yang bersyukur mendengar pemutasiannya. ”Purwanto dibuang,” demikian pikir rekan-rekannya. Tetapi apa yang terjadi? Karier dan kinerja Purwanto tiba-tiba melesat di tempatnya yang baru di bagian Humas (Public Relations) perusahaan itu. Rekan yang tadinya melecehkan, kini mulai angkat topi kepadanya.
Kedua kasus itu menunjukkan betapa tidak mudah sebetulnya memindahkan seseorang. Ada yang malah berkembang jadi produktif. Sebaliknya, ada yang justru nyungsep jadi destruktif. Pemimpin perusahaan — terutama yang belum memiliki budaya kerja profesional — kerap dihinggapi kesukaran yang sama. Siapa kandidat terbaik untuk suatu posisi, si A atau si B? Ke mana seseorang dipromosikan, ke tempat A atau ke tempat B?
Pertimbangannya apa? Nah, ini yang lebih sering membuat bingung. Nuansa yang sering muncul adalah perkara subjektif seperti suka tidak suka, sentimen, kedekatannya karena terikat relasi famili atau masuk dalam link-nya. Bisa juga karena pimpinan punya kesan si A lebih bisa bekerja sama dengannya ketimbang si B, atau karena pimpinan terpengaruh kemampuan melobi si A saja.
Semua pertimbangan itu jelas bersifat subjektif. Itu terjadi karena ukuran objektifnya sendiri sulit. Akan tetapi, sebetulnya ada semacam rangkaian tes untuk meminimalkan subjektivitas itu, bila perusahaan berencana menyeleksi, mempromosikan, memutasi, menempatkan, dan melatih seseorang untuk jabatan tertentu.
Tes itu kita kenal sebagai Metode Assessment Center (MAC) yang sudah lazim dipergunakan di luar negeri. Di Indonesia, sejumlah perusahaan besar mulai mempraktikkan MAC ini. Menurut Head of Center Assessment and Development Center (Kepala Pusat Pengembangan Potensi SDM) PT Pos Indonesia, Roosdar Dewi Y., MAC adalah sebuah sistem seleksi terintegrasi yang terdiri dari beragam teknik dengan pendekatan perilaku (termasuk simulasi, tes, dan wawancara), yang dirancang untuk meng-assess sejumlah keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan terpenting yang dibutuhkan seseorang agar sukses dalam suatu pekerjaan tertentu.
MAC ini memiliki validitas yang tinggi karena karakteristiknya dirancang berdasar suatu pekerjaan dengan spesifikasi sukses tertentu pada situasi organisasi dan lingkungan bisnis pada masa depan. Proses assessment dilakukan dalam ruang lingkup dimensi target.
”Setiap peserta diamati dan dievaluasi oleh sekurang-kurangnya tiga assessor (multi rater) secara independen dengan teknik tertentu seperti in-group exercises, group discussion, simulation of interviews with ‘subordinate’, ‘peer’, or ‘clients’, fact finding exercises, analysis/decision making problems, oral presentation exercise, dan written communication exercises. Hasilnya, akan tergambar performance, competency, job behaviour, dan potensi seorang kandidat dihubungkan dengan tuntutan jabatan yang akan diisinya. Sejauh ini, assessment center merupakan alat yang paling akurat untuk memprediksi kinerja SDM pada masa datang,” jelas Dewi.
Setiap orang yang akan di-assess, akan memakan tempo setidaknya satu bulan. Padahal, proses assesment center-nya sendiri cuma memakan waktu tiga hari. Di Pusat Pengembangan Potensi SDM (P3SDM) PT Pos misalnya, setiap peserta yang jumlahnya dibatasi enam orang itu diamati setidaknya di tiga ruangan: ruang penjelasan, ruang assessment, dan ruang pertemuan. Ruang assessment ini dirancang sedemikian rupa sehingga mirip kantor. Tapi jangan salah, di ruangan ini dan juga di ruang pertemuan, terpasang kamera dan alat perekam yang terkoneksi dengan televisi di ruang kontrol. Dengan demikian, setiap perilaku peserta selama 24 jam terpantau kamera.
Namun, kamera dan alat perekam itu sama sekali tidak rahasia. Sebelumnya, setiap peserta diberitahu tentang keberadaan kedua alat itu untuk menghindarkan terjadinya situasi tertekan. ”Demikian canggihnya alat ukur ini. Walaupun sudah diberi tahu, para peserta tak bisa bersandiwara dengan menunjukkan kinerjanya yang baik. Alat kami bisa mendeteksi itu, apalagi sebelumnya sudah dilakukan pre-assess 360 derajat yang dikumpulkan dari informasi dari atasan, bawahan, dan rekan sekerja,” tutur Dewi.
Menurut Direktur Sumber Daya Manusia PT Pos Indonesia (Persero), Widodo Dwi Tjahjono, sejauh ini alat tersebut sudah dicobakan kepada sekira 200 karyawan PT Pos, yakni untuk posisi Kepala Wilayah, Kepala Kantor Kelas 1, 2, dan 3, serta auditor. Hasilnya ternyata menggembirakan. Setiap yang lewat tes itu nantinya dilengkapi dengan rekomendasi tertentu, seperti sisi mana yang harus diperbaiki dari yang bersangkutan; kalau perlu penambahan pengetahuan, pelatihan apa pula yang harus diikuti.
Dengan metode ini, promosi karyawan tak lagi dihinggapi beragam prasangka. Sebaliknya, penempatan pegawai justru terdorong menjadi lebih objektif dan berkeadilan.
Sayangnya, biaya yang diperlukan untuk ikut tes alat canggih ini relatif mahal. Biaya termurahnya saja sekira Rp 5,6 juta/orang. Semakin tinggi jabatan dan posisi seseorang, biaya tes yang diperlukan akan lebih mahal lagi. Akan tetapi, bila dilihat dari investasi yang dikeluarkan untuk membangun tempat dan perangkat tes seperti itu, biayanya bisa dikatakan sangat murah. Bayangkan, PT Pos harus menginvestasikan dananya Rp 7 miliar untuk membangun P3SDM yang berdiri sejak tahun 2000 itu.
Satu-satunya kekurangan alat ini, tambah Widodo, karena masih belum mampu mengukur attitude seseorang. ”Tapi kita sedang mencari cara sehingga nantinya sisi attitude-nya dapat tersentuh juga,” tuturnya. Dengan kata lain, bisa saja dari aspek pekerjaannya seseorang itu unggul, tetapi tak menjamin apakah dia akan korupsi atau tidak.
Seandainya sisi ini pun sudah berhasil dibenahi, maka yang akan tercipta adalah manusia seutuhnya, yang dalam bahasa Ki Hajar Dewantoro yang memiliki aspek cipta, rasa, karsa, sehingga mampu berkarya dengan baik.***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home