Kliping Pengetahuan Umum

Weblog berisi kliping artikel pengetahuan umum yang bermanfaat. Seperti Kesehatan, Makanan, Pendidikan Anak, Pengobatan, Psikologi Populer, Hobi dan lain-lain.

Sunday, October 20, 2002

Hubungan Kesenian dan Perilaku Anak

Oleh Adelia

ANAK memang dapat diibaratkan seperti kertas putih, masih bersih dan belum ternoda. Orangtualah yang pertama kali memberinya warna.
KALIMAT di atas sering diucapkan oleh pemuka agama pada acara syukuran atas kelahiran atau pemberian nama bayi. Ucapan tersebut sekaligus untuk mengingatkan tugas dan tanggung jawab orangtua terhadap anaknya.
Meskipun demikian, kenyataannya banyak orangtua sering bersikap apatis terhadap tugasnya dalam membangun kepribadian anak. Dalam hal ini, banyak orangtua yang berpandangan sempit tentang tugas dan tanggung jawabnya terhadap anak, yakni sebatas memberi nafkah (pangan, sandang, dan papan), sedangkan tugas mendidik sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah (guru).
Kenyataan tersebut menunjukkan, anak akhirnya berkembang tanpa campur tangan orangtua. Oleh karenanya, jangan heran jika suatu saat orangtua pun terkejut ketika melihat anaknya berperilaku buruk, misalnya suka berkata jorok, bertindak kasar, dan berperilaku jahat.
Dari mana dia belajar keburukan-keburukan tersebut? Inilah pertanyaan yang sering diucapkan orangtua karena terkejut melihat anaknya bersikap dan berperilaku buruk. Pertanyaan demikian bisa jadi merupakan ungkapan penyesalan orangtua yang dapat dikatakan sudah terlambat.
Yang jelas, ungkapan anak yang berkonotasi kotor tadi bukan dari lingkungan sekolah, tetapi kebanyakan dari lingkungan pergaulannya di luar sekolah. Masalahnya, masa sekolah pun sangat terbatas.
Memanfaatkan kesenian
Jika orangtua sudah terlambat menyesali perkembangan kepribadian anaknya yang cenderung buruk, sebaiknya segera memanfaatkan seni untuk memperbaikinya. Dalam hal ini, orangtua perlu merangsang anak untuk menyukai jenis-jenis kesenian yang diminatinya.
Misalnya, jika anak berminat belajar memainkan alat musik tertentu, gitar misalnya, orangtua sebaiknya berusaha membelikannya. Atau jika anak berminat belajar melukis, orangtua pun sebaiknya segera membelikan alat-alat untuk melukis yang dibutuhkan anak.
Jika anak sudah dapat menyalurkan minatnya terhadap kesenian di rumah, dengan sendirinya akan betah berada di lingkungan rumah. Di samping itu, anak yang asyik menyukai berkesenian biasanya cenderung peka. Dalam hal ini, orangtua dapat menyusun strategi yang bijak untuk mendekatinya agar bisa membangun kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan.
Jika anak sudah telanjur memiliki sikap dan perilaku buruk, orangtua sebaiknya berusaha mengikisnya sedikit demi sedikit melalui kritikan. Misalnya, orangtua bisa melontarkan kritikan kepada anak yang suka berkata jorok.
Jika orangtua menyampaikan kritikan dengan lembut ketika anak sedang asyik berkesenian di rumah, tentu akan diperhatikan oleh anak sehingga anak akan menyadari keburukannya.
Anak ”jinak”
Di tengah kondisi sosial yang serba mencemaskan seperti sekarang, anak-anak tentu lebih aman menghabiskan waktunya di rumah, selain belajar di sekolah atau di tempat kursus. Untuk membuatnya betah di rumah, orangtua harus dapat membuatnya menjadi penurut. Maksud dalam hal ini, anak ”jinak” berarti anak yang mudah didekati dan diajak bersahabat oleh orangtua.
Dalam praktiknya, membuat anak ”jinak” memang bukan hal yang sulit jika suasana rumah dapat memberikan kegembiraan bagi anak. Sedangkan kegembiraan di rumah, salah satunya bisa diwujudkan dengan berkesenian.
Akan tetapi, bagaimana jika si anak tidak berminat sama sekali terhadap bidang seni? Dalam hal ini orangtua tetap bisa merangsangnya untuk berkesenian. Misalnya, orangtua membeli gitar atau piano.
Sebab, menurut beberapa hasil penelitian, adanya alat-alat musik seperti gitar atau piano di rumah, cepat atau lambat akan membuat anak tertarik untuk belajar memainkannya. Jika anak sudah bisa memainkan alat musik, biasanya akan berusaha untuk lebih mahir dengan rajin belajar secara tekun dan serius.
Maka, tidak berlebihan pernyataan Mozart bahwa seni —khususnya seni musik— bisa menjinakkan manusia di segala usia dan di sepanjang zaman. Konon, Hitler dan Nero pun yang terkenal sangat bengis itu, ternyata sejak kecil memang ”liar” karena tidak pernah dirangsang untuk menyukai kesenian oleh orangtuanya ketika di rumah. (Sumber: Pikiran Rakyat)***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home